Sumber Pencemaran Air
Banyak penyebab pencemaran air tetapi secara umum dapat dikategorikan sebagai
sumber kontaminan langsung dan tidak langsung. Sumber langsung meliputi efluen
yang keluar dari industri, TPA (tempat Pembuangan Akhir Sampah), dan
sebagainya. Sumber tidak langsung yaitu kontaminan yang memasuki badan air dari
tanah, air tanah, atau atmosfer berupa hujan. Tanah dan air tanah mengandung
mengandung sisa dari aktivitas pertanian seperti pupuk dan pestisida.
Kontaminan dari atmosfer juga berasal dari aktivitas manusia yaitu pencemaran
udara yang menghasilkan hujan asam.
Pencemar
Pencemar air dapat diklasifikasikan sebagai organik, anorganik, radioaktif, dan
asam/basa. Saat ini hampir 10 juta zat kimia telah dikenal manusia, dan hampir
100.000 zat kimia telah digunakan secara komersial. Kebanyakan sisa zat kimia
tersebut dibuang ke badan air atau air tanah. Pestisida, deterjen, PCBs, dan
PCPs (polychlorinated phenols), adalah salah satu contohnya. Pestisida dgunakan
di pertanian, kehutanan dan rumah tangga. PCB, walaupun telah jarang digunakan
di alat-alat baru, masih terdapat di alat-alat elektronik lama sebagai
insulator, PCP dapat ditemukan sebagai pengawet kayu, dan deterjen digunakan
secara luas sebagai zat pembersih di rumah tangga.
Dampak Pencemaran Air
Pencemaran air berdampak luas, misalnya dapat meracuni sumber air minum,
meracuni makanan hewan, ketidakseimbangan ekosistem sungai dan danau,
pengrusakan hutan akibat hujan asam, dan sebagainya.
Di badan air,
sungai dan danau, nitrogen dan fosfat (dari kegiatan pertanian) telah
menyebabkan pertumbuhan tanaman air yang di luar kendali (eutrofikasi
berlebihan). Ledakan pertumbuhan ini menyebabkan oksigen, yang seharusnya
digunakan bersama oleh seluruh hewan/tumbuhan air, menjadi berkurang.
Ketika tanaman air tersebut mati, dekomposisi mereka menyedot lebih banyak
oksigen. Sebagai akibatnya, ikan akan mati, dan aktivitas bakteri
menurun.
Langkah
Penyelesaian
Dalam keseharian kita, kita
dapat mengurangi pencemaran air, dengan cara mengurangi jumlah sampah yang kita
produksi setiap hari (minimize), mendaur ulang (recycle), mendaur pakai
(reuse).
Kita pun perlu memperhatikan
bahan kimia yang kita buang dari rumah kita. Karena saat ini kita telah menjadi
"masyarakat kimia", yang menggunakan ratusan jenis zat kimia dalam
keseharian kita, seperti mencuci, memasak, membersihkan rumah, memupuk tanaman,
dan sebagainya.
Menjadi konsumen yang
bertanggung jawab merupakan tindakan yang bijaksana. Sebagai contoh, kritis
terhadap barang yang dikonsumsi, apakah nantinya akan menjadi sumber pencemar
yang persisten, eksplosif, korosif dan beracun, atau degradable (dapat
didegradasi) alam ? Apakah barang yang kita konsumsi nantinya dapat meracuni
manusia, hewan, dan tumbuhan, aman bagi mahluk hidup dan lingkungan
?
Teknologi dapat kita gunakan
untuk mengatasi pencemaran air. Instalasi pengolahan air bersih, instalasi
pengolahan air limbah, yang dioperasikan dan dipelihara baik, mampu
menghilangkan substansi beracun dari air yang tercemar
Pencemaran di Teluk Jakarta
Ketidakseriusan Pemprov DKI Jakarta untuk melestarikan dan
menyelamatkan lingkungan hidup memang perlu dipertanyakan. Langkah terakhir
Pemprov yang telah menyiapkan anggaran Rp. 10 M hanya untuk mengatasi masalah sampah
di Pantai Jakarta salah satu buktinya. Padahal persoalan sampah di Pantai
Langkah hanya mengatasi masalah sampah, artinya adalah hanya menuduh
warga
WALHI Jakarta melihat persoalan limbah
industri inilah yang perlu penanganan segera. Karena kualitas pencemarannya
sangat tinggi karena termasuk kategori limbah bahan beracun berbahaya (B3), dan
korban yang disebabkannya sudah begitu banyak dan sering terjadi. Mulai dari
matinya ratusan ribu ikan, udang, rajungan, biota laut dan banyak lagi penghuni
ekosistem pantai dan laut, sampai dengan ribuan nelayan yang semakin miskin
hidupnya karena hilangnya mata pencaharian mereka dan juga masalah kesehatan
yang diderita nelayan dan warga Jakarta konsumen makanan laut. Hasil
investigasi Walhi Jakarta atas peristiwa kematian massal ikan di perairan Teluk
Jakarta pada bulan Mei 2004 menyatakan bahwa pabrik-pabrik industri yang berada
didekat kawasan pantai Ancol dimiliki oleh 5 perusahaan, yaitu PT. Asahimas
Flat Glass (industri Kaca), PT. Wirantono Baru (Codl Storage/gudang
pendingin), PT. Charoen Pokphan Indonesia (industri makanan ternak), PT. Pasifik Paint (industri cat), PT. Nippon Paint (industri cat).
Perusahaan-perusahaan ini dicurigai sebagai industri yang menggunakan dan
membuang mercuri dan amoniak. Dan dari hasil proses kegiatan industri tersebut limbahnya langsung dibuang
ke laut. Dan para nelayan Cilincing yang beberapa hari ini melakukan
demonstrasi di Jakarta Utara setidaknya menyebutkan 4 perusahaan yang
mencemarkan pantai dan laut mereka, dimana dua perusahaan diantaranya adalah
PT. Asahimas Flat Glass dan PT. Bogasari Indofood.
Berbagai penelitian sudah dengan tegas menyatakan bahwa industrilah
yang paling bertanggung jawab terhadap pencemaran Teluk Jakarta. Salah satu
penelitian mutakhir adalah yang dipublikasikan M. Rudi Wahyono, Direktur
IndoRepro Indonesia pada bulan Juli 2004 di Jakarta, yang menyatakan
sumber-sumber pencemar utama di Teluk Jakarta adalah: Pertama, Unsur logam
berat Fe (besi), Se (Selenium), Co (kobalt) yang berasal dari industri
pencelupan kain, cat, alat elektronik, logam/alloy, kendaraan bermotor,
pestisida. Logam berat ini merupakan micronutrient sebagai katalisator bagi
pertumbuhan phytoplankton (alga bloom), menyebabkan eutropikasi, deplesi
oksigen, membunuh biota air, menjadi musabab beberapa penyakit ikan. Kedua,
unsur sedimen (TSS) dari limbah industri yang meningkatkan kekeruhan sehingga
mengurangi sinar matahari yang dibutuhkan untuk fotosintesis, menaikkan COD dan
BOD. Ketiga, POP (Persistent Organic Pollutan) yang berasal dari limbah
petrokimia dan industri kimia, yang dapat menyebabkan kanker, cacat lahir, dan menimbulkan
penyakit kronis apabila mengkontaminasi badan air dan biota laut. berdampak
munculnya kasus kesehatan seperti kanker, cacat lahir, penyakit kronis pada
manusia bila bahan organik tersebut mengkontaminasi badan air dan biota laut
yang menjadi bahan pangan.
Begitu pula dengan yang disampaikan Dra.
Asti Rozanah, Biolog pemerhati masalah kesehatan dan lingkungan yang menyatakan
bahwa pencemaran logam berat di kawasan Teluk Jakarta saat ini memang sudah
dalam tahap memprihatinkan. Terlihat dari tingginya angka pencemaran, khususnya
merkuri dan pestisida, yang mencapai rata-rata 9 ppb PCB dan 13 ppb DDT.
Keduanya sudah melebihi ambang batas yang diperbolehkan, yaitu maksimum 0,5
ppb. Logam berat lain yang kandungannya tinggi dan dinyatakan jauh melebihi
batas aman, yang ditemukan dalam pencemaan Teluk Jakarta ini, antara lain seng
(Zn), tembaga (Cu), kadmium (Cd), fosfat, dan timbal (Pb). Pencemaran ini
diakibatkan pembuangan limbah industri kertas, minyak goreng, dan industri
pengolahan logam di kawasan Pantai Marunda. Pencemaran udara oleh timbal juga
berpengaruh ke laut. Melalui sebuah proses kimiawi alami pada akhirnya timbal
tersebut akan masuk ke laut. Akibatnya, beban yang ditanggung oleh Teluk
Jakarta semakin berat. Ratusan satwa laut dari berbagai jenis ikan, udang,
belut laut, dan kepiting yang ditemukan mati di Teluk Jakarta sangat mungkin
disebabkan oleh keracunan logam berat dan limbah kimia lain. Logam berat yang
terakumulasi dalam tubuh manusia dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan tubuh,
menimbulkan cacat fisik, menurunkan kecerdasan, melemahkan sistem saraf, dan
berpengaruh ke tulang. Kadmium yang mengendap di dalam tubuh dapat mengecoh
tubuh dan dianggap kalsium oleh tubuh sehingga diserap oleh tulang. Air limbah
dari industri kimia termasuk kategori limbah bahan beracun berbahaya (B3) yang
dapat mencemari air dan udara, yang dapat menyebabkan keracunan akut yang
menimbulkan penyakit bahkan kematian, maupun keracunan kronis akibat masuknya
zat-zat toksis ke dalam tubuh dalam dosis kecil tetapi terus menerus dan
berakumulasi dalam tubuh. Sektor sandang dan industri kulit menimbulkan limbah
yang mengandung sisa-sisa zat warna, BOD tinggi, kadar minyak tinggi dan
beracun karena mengandung limbah B3 yang tinggi.
WALHI Jakarta menilai bahwa Pemprov DKI
Jakarta bersikap diskriminatif karena hanya berpihak kepada industri, tidak
berpihak kepada lingkungan hidup dan social kemasyarakatan. Walhi Jakarta
meragukan hasil penelitian Pemprov DKI Jakarta yang selalu menyimpulkan bahwa
pencemaran di Teluk Jakarta lebih disebabkan oleh sampah dan limbah domestik
dari 13 sungai, karena penelitian tersebut tidak dilakukan secara menyeluruh
dan terpadu yang melibatkan berbagai unsur. Independensi penelitian tersebut
sangat meragukan, dan lebih menyuarakan kepentingan bisnis.
WALHI Jakarta mendesak agar pemerintah
segera mengambil langkah-langkah tegas atas bencana ekologi akut ini, dengan
mengadakan sebuah penelitian terpadu yang independen untuk mengevaluasi kondisi
yang terjadi di sungai, pantai dan teluk Jakarta. Paralel dengan itu,
pemerintah harus memberlakukan moratorium (penghentian) pengoperasian,
pengembangan dan penambahan pabrik/industri/perusahaan di sepanjang sungai,
pantai dan teluk Jakarta, sampai laut Jakarta terbebas dari limbah. Dan yang
juga sangat penting dilakukan adalah tindakan hokum kepada ratusan perusahaan
yang telah melakukan tindakan pencemaran lingkungan hidup (pidana) yang
melanggar UU 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP 27/1999 tentang
AMDAL, UU 39/1999 tentang HAM, dan UUD 1945. Jika tidak, maka kasus pencemaran
seperti ini akan terus terjadi dan pada gilirannya akan merugikan masa depan
ekologi Indonesia bahkan dunia, dan masa depan generasi penerus bangsa.
Jakarta, 21 Juni 2006
M.
Berkah Gamulya
Kadiv. Pengorganisasian
Rakyat - WALHI
0 komentar:
Posting Komentar