Pages

Selasa, 12 Januari 2021

PENCEMARAN AIR

 


 

Sumber Pencemaran Air

Banyak penyebab pencemaran air tetapi secara umum dapat dikategorikan sebagai sumber kontaminan langsung dan tidak langsung. Sumber langsung meliputi efluen yang keluar dari industri, TPA (tempat Pembuangan Akhir Sampah), dan sebagainya. Sumber tidak langsung yaitu kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah, atau atmosfer berupa hujan. Tanah dan air tanah mengandung mengandung sisa dari aktivitas pertanian seperti pupuk dan pestisida. Kontaminan dari atmosfer juga berasal dari aktivitas manusia yaitu pencemaran udara yang menghasilkan hujan asam. 

Pencemar

Pencemar air dapat diklasifikasikan sebagai organik, anorganik, radioaktif, dan asam/basa. Saat ini hampir 10 juta zat kimia telah dikenal manusia, dan hampir 100.000 zat kimia telah digunakan secara komersial. Kebanyakan sisa zat kimia tersebut dibuang ke badan air atau air tanah. Pestisida, deterjen, PCBs, dan PCPs (polychlorinated phenols), adalah salah satu contohnya. Pestisida dgunakan di pertanian, kehutanan dan rumah tangga. PCB, walaupun telah jarang digunakan di alat-alat baru, masih terdapat di alat-alat elektronik lama sebagai insulator, PCP dapat ditemukan sebagai pengawet kayu, dan deterjen digunakan secara luas sebagai zat pembersih di rumah tangga. 

Dampak Pencemaran Air

Pencemaran air berdampak luas, misalnya dapat meracuni sumber air minum, meracuni makanan hewan, ketidakseimbangan ekosistem sungai dan danau, pengrusakan hutan akibat hujan asam, dan sebagainya. 

Di badan air, sungai dan danau, nitrogen dan fosfat (dari kegiatan pertanian) telah menyebabkan pertumbuhan tanaman air yang di luar kendali (eutrofikasi berlebihan). Ledakan pertumbuhan ini menyebabkan oksigen, yang seharusnya digunakan bersama oleh seluruh hewan/tumbuhan air, menjadi berkurang.  Ketika tanaman air tersebut mati, dekomposisi mereka menyedot lebih banyak oksigen. Sebagai akibatnya, ikan akan mati, dan aktivitas bakteri menurun. 

 

Langkah Penyelesaian

Dalam keseharian kita, kita dapat mengurangi pencemaran air, dengan cara mengurangi jumlah sampah yang kita produksi setiap hari (minimize), mendaur ulang (recycle), mendaur pakai (reuse). 

Kita pun perlu memperhatikan bahan kimia yang kita buang dari rumah kita. Karena saat ini kita telah menjadi "masyarakat kimia", yang menggunakan ratusan jenis zat kimia dalam keseharian kita, seperti mencuci, memasak, membersihkan rumah, memupuk tanaman, dan sebagainya. 

Menjadi konsumen yang bertanggung jawab merupakan tindakan yang bijaksana. Sebagai contoh, kritis terhadap barang yang dikonsumsi, apakah nantinya akan menjadi sumber pencemar yang persisten, eksplosif, korosif dan beracun, atau degradable (dapat didegradasi) alam ? Apakah barang yang kita konsumsi nantinya dapat meracuni manusia, hewan, dan tumbuhan, aman bagi mahluk hidup dan lingkungan ?  

Teknologi dapat kita gunakan untuk mengatasi pencemaran air. Instalasi pengolahan air bersih, instalasi pengolahan air limbah, yang dioperasikan dan dipelihara baik, mampu menghilangkan substansi beracun dari air yang tercemar

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pencemaran di Teluk Jakarta

Ketidakseriusan Pemprov DKI Jakarta untuk melestarikan dan menyelamatkan lingkungan hidup memang perlu dipertanyakan. Langkah terakhir Pemprov yang telah menyiapkan anggaran Rp. 10 M hanya untuk mengatasi masalah sampah di Pantai Jakarta salah satu buktinya. Padahal persoalan sampah di Pantai Jakarta, pencemaran limbah di Teluk Jakarta, rusaknya Cagar Alam Muara Angke sampai dengan Kepulauan Seribu, dan berbagai persoalan lain, haruslah dilihat dan ditangani secara menyeluruh dari bencana ekologis akut yang telah terjadi di Pantai dan Teluk Jakarta. Penanganannya tidak boleh parsial, karena akan tidak efektif dan tidak efisien. Belum lagi indikasi KKN yang sangat mungkin terjadi karena transparansi dari proses lelang proyek dari program mengatasi sampah dengan anggaran Rp10 M ini tidak terlihat.

Langkah hanya mengatasi masalah sampah, artinya adalah hanya menuduh warga Jakarta yang telah membuang sampah domestik ke 13 sungai yang bermuara di Teluk Jakarta. Yang artinya lagi, Pemprov DKI Jakarta menutup mata dan melindungi keberadaan sekitar 800 buah pabrik industri yang berdomisili dan beroperasi di sepanjang pesisir pantai Teluk Jakarta, dan entah beberapa ratus lagi pabrik yang beroperasi di bantaran 13 sungai di Jakarta (total pabrik yang ada di Jakarta sekitar 1600 buah) yang sebenarnya pencemar terbesar dari sungai, pantai dan laut di Jakarta. Pabrik-pabrik ini berindikasi kuat tidak mempunyai AMDAL dan atau tidak taat AMDAL, kalaupun ada AMDAL, hanya sekedar formalitas dan tidak diimplementasikan secara baik. Buktinya adalah, pertama, warga disekitar pabrik tidak pernah mendapat informasi akan keberadaan dan kegiatan pabrik. Kedua, tidak adanya pelibatan warga dalam proses pembuatan AMDAL seperti yang sudah diatur dalan peraturan perundangan. Ketiga, tidak ada kegiatan updating AMDAL dan RKL/RPL. Keempat, secara kasat mata pabrik-pabrik industri tersebut dalam membuang limbah tidak menggunakan sistem IPAL (hanya 10 persen dari ratusan pabrik). Hal ini dapat dilihat dari buruknya kondisi air buangan yang ada disekitar pabrik-pabrik tersebut. Upaya Pemprov DKI maupun Pemkot Jakarta Utara untuk melidungi pabrik/perusahaan dikarenakan selain kentalnya nuansa KKN dalam kegiatan pabrik tersebut selama ini, juga karena terdapat orang-orang kuat dibalik perusahan-perusahaan tersebut.

WALHI Jakarta melihat persoalan limbah industri inilah yang perlu penanganan segera. Karena kualitas pencemarannya sangat tinggi karena termasuk kategori limbah bahan beracun berbahaya (B3), dan korban yang disebabkannya sudah begitu banyak dan sering terjadi. Mulai dari matinya ratusan ribu ikan, udang, rajungan, biota laut dan banyak lagi penghuni ekosistem pantai dan laut, sampai dengan ribuan nelayan yang semakin miskin hidupnya karena hilangnya mata pencaharian mereka dan juga masalah kesehatan yang diderita nelayan dan warga Jakarta konsumen makanan laut. Hasil investigasi Walhi Jakarta atas peristiwa kematian massal ikan di perairan Teluk Jakarta pada bulan Mei 2004 menyatakan bahwa pabrik-pabrik industri yang berada didekat kawasan pantai Ancol dimiliki oleh 5 perusahaan, yaitu PT. Asahimas Flat Glass (industri Kaca), PT. Wirantono Baru (Codl Storage/gudang pendingin), PT. Charoen Pokphan Indonesia (industri makanan ternak), PT. Pasifik Paint (industri cat), PT. Nippon Paint (industri cat). Perusahaan-perusahaan ini dicurigai sebagai industri yang menggunakan dan membuang mercuri dan amoniak. Dan dari hasil proses kegiatan industri tersebut limbahnya langsung dibuang ke laut. Dan para nelayan Cilincing yang beberapa hari ini melakukan demonstrasi di Jakarta Utara setidaknya menyebutkan 4 perusahaan yang mencemarkan pantai dan laut mereka, dimana dua perusahaan diantaranya adalah PT. Asahimas Flat Glass dan PT. Bogasari Indofood.

Berbagai penelitian sudah dengan tegas menyatakan bahwa industrilah yang paling bertanggung jawab terhadap pencemaran Teluk Jakarta. Salah satu penelitian mutakhir adalah yang dipublikasikan M. Rudi Wahyono, Direktur IndoRepro Indonesia pada bulan Juli 2004 di Jakarta, yang menyatakan sumber-sumber pencemar utama di Teluk Jakarta adalah: Pertama, Unsur logam berat Fe (besi), Se (Selenium), Co (kobalt) yang berasal dari industri pencelupan kain, cat, alat elektronik, logam/alloy, kendaraan bermotor, pestisida. Logam berat ini merupakan micronutrient sebagai katalisator bagi pertumbuhan phytoplankton (alga bloom), menyebabkan eutropikasi, deplesi oksigen, membunuh biota air, menjadi musabab beberapa penyakit ikan. Kedua, unsur sedimen (TSS) dari limbah industri yang meningkatkan kekeruhan sehingga mengurangi sinar matahari yang dibutuhkan untuk fotosintesis, menaikkan COD dan BOD. Ketiga, POP (Persistent Organic Pollutan) yang berasal dari limbah petrokimia dan industri kimia, yang dapat menyebabkan kanker, cacat lahir, dan menimbulkan penyakit kronis apabila mengkontaminasi badan air dan biota laut. berdampak munculnya kasus kesehatan seperti kanker, cacat lahir, penyakit kronis pada manusia bila bahan organik tersebut mengkontaminasi badan air dan biota laut yang menjadi bahan pangan.

Begitu pula dengan yang disampaikan Dra. Asti Rozanah, Biolog pemerhati masalah kesehatan dan lingkungan yang menyatakan bahwa pencemaran logam berat di kawasan Teluk Jakarta saat ini memang sudah dalam tahap memprihatinkan. Terlihat dari tingginya angka pencemaran, khususnya merkuri dan pestisida, yang mencapai rata-rata 9 ppb PCB dan 13 ppb DDT. Keduanya sudah melebihi ambang batas yang diperbolehkan, yaitu maksimum 0,5 ppb. Logam berat lain yang kandungannya tinggi dan dinyatakan jauh melebihi batas aman, yang ditemukan dalam pencemaan Teluk Jakarta ini, antara lain seng (Zn), tembaga (Cu), kadmium (Cd), fosfat, dan timbal (Pb). Pencemaran ini diakibatkan pembuangan limbah industri kertas, minyak goreng, dan industri pengolahan logam di kawasan Pantai Marunda. Pencemaran udara oleh timbal juga berpengaruh ke laut. Melalui sebuah proses kimiawi alami pada akhirnya timbal tersebut akan masuk ke laut. Akibatnya, beban yang ditanggung oleh Teluk Jakarta semakin berat. Ratusan satwa laut dari berbagai jenis ikan, udang, belut laut, dan kepiting yang ditemukan mati di Teluk Jakarta sangat mungkin disebabkan oleh keracunan logam berat dan limbah kimia lain. Logam berat yang terakumulasi dalam tubuh manusia dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan tubuh, menimbulkan cacat fisik, menurunkan kecerdasan, melemahkan sistem saraf, dan berpengaruh ke tulang. Kadmium yang mengendap di dalam tubuh dapat mengecoh tubuh dan dianggap kalsium oleh tubuh sehingga diserap oleh tulang. Air limbah dari industri kimia termasuk kategori limbah bahan beracun berbahaya (B3) yang dapat mencemari air dan udara, yang dapat menyebabkan keracunan akut yang menimbulkan penyakit bahkan kematian, maupun keracunan kronis akibat masuknya zat-zat toksis ke dalam tubuh dalam dosis kecil tetapi terus menerus dan berakumulasi dalam tubuh. Sektor sandang dan industri kulit menimbulkan limbah yang mengandung sisa-sisa zat warna, BOD tinggi, kadar minyak tinggi dan beracun karena mengandung limbah B3 yang tinggi.

WALHI Jakarta menilai bahwa Pemprov DKI Jakarta bersikap diskriminatif karena hanya berpihak kepada industri, tidak berpihak kepada lingkungan hidup dan social kemasyarakatan. Walhi Jakarta meragukan hasil penelitian Pemprov DKI Jakarta yang selalu menyimpulkan bahwa pencemaran di Teluk Jakarta lebih disebabkan oleh sampah dan limbah domestik dari 13 sungai, karena penelitian tersebut tidak dilakukan secara menyeluruh dan terpadu yang melibatkan berbagai unsur. Independensi penelitian tersebut sangat meragukan, dan lebih menyuarakan kepentingan bisnis.

WALHI Jakarta mendesak agar pemerintah segera mengambil langkah-langkah tegas atas bencana ekologi akut ini, dengan mengadakan sebuah penelitian terpadu yang independen untuk mengevaluasi kondisi yang terjadi di sungai, pantai dan teluk Jakarta. Paralel dengan itu, pemerintah harus memberlakukan moratorium (penghentian) pengoperasian, pengembangan dan penambahan pabrik/industri/perusahaan di sepanjang sungai, pantai dan teluk Jakarta, sampai laut Jakarta terbebas dari limbah. Dan yang juga sangat penting dilakukan adalah tindakan hokum kepada ratusan perusahaan yang telah melakukan tindakan pencemaran lingkungan hidup (pidana) yang melanggar UU 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP 27/1999 tentang AMDAL, UU 39/1999 tentang HAM, dan UUD 1945. Jika tidak, maka kasus pencemaran seperti ini akan terus terjadi dan pada gilirannya akan merugikan masa depan ekologi Indonesia bahkan dunia, dan masa depan generasi penerus bangsa.

Jakarta, 21 Juni 2006

M. Berkah Gamulya
Kadiv.
Pengorganisasian Rakyat - WALHI Jakarta

 

 

 

 

 

 

 

 

0 komentar:

Posting Komentar